Langsung ke konten utama

Berani Menjadi Petani Menjadi Tantangan Bagi Kaum Muda Generasi Millennial

DUNIA MAYA PERMUDAH AKSES ILMU PERTANIAN BAGI GENERASI  MILLENNIAL
Semakin canggihnya kemajuan teknologi, dunia seakan berada di hadapan kita, tak ada jarak semua sudah terasa dekat, itu semua di akibatkan akses dunia maya yang mampu menjadikan kehidupan saat ini serba dekat.

Dari kemajuan tersebut mempermudah akses ilmu dan share pengetahuan pada dunia maya, sehingga menjadi mudah dan Gampang untuk di cari bagi pengguna dunia maya.
Bagi Generasi Millennial dunia maya bisa menjadi sumber ilmu, dunia maya bisa menjadi guru, dunia maya mampu mempermudah akses pengetahuan. Hal inilah menjadi kesempatan emas bagi pengembangan sector pertanian, karena ilmu – ilmu pertanian mudah ditemukan dan dipelajari.

Generasi Millennial juga di tantang untuk mampu memanfaatkan kemajuan teknologi tersebut, pertanian butuh trik dan disulap menjadi Era Pertanian yang modern, sehingga pemasaran semakin luas, karena petani mampu memanfaatkan dunia maya sebagai alat untuk memasarkan hasil pertanian secara online.

Petani Generasi Millennial bisa membuka Toko Tani secara Online, sehingga hasil pertanian bisa dipasarkan secara langsung dari petani ke Konsumen.
Hasil pertanian adalah satu – satunya produk yang menjadi kebutuhan pokok bagi manusia sehingga bisa dikatakan semua manusia menjadi Konsumen dari hasil pertanian,
Hal ini menjadi peluang besar bagi petani untuk mampu memanfaatkan dunia maya secara maksimal. Hasil pertanian selain dikonsumsi sendiri oleh petani juga menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat secara keseluruhan.
Peluang pasar pada sector pertanian begitu besar, peluang tersebut perlu di amati dan dibaca oleh generasi – generasi muda untuk mau dan terjung pada usaha sector pertanian menjadi seorang Agribisnis.

Melalui minat dan keinginan kaum muda untuk berbondong – bondong memajukan pertanian maka pertanian akan lebih cepat maju dan mensejahterakan masyarakat petani.
Era digital membutuhkan generasi – generasi muda yang tangguh dan kreatif menampilkan latar pertanian yang menarik dan kren untuk di minati. Sebab tidak banyak pemuda yang ingin menjadi Petani.
Anak Petani saja belum tentu mau menjadi seorang petani, hal inilah menjadi tantangan besar bagi dunia pertanian, untuk mampu malahirkan generasi petani. Regenerasi petani sangat di butuhkan agar melahirkan generasi yang melanjutkan proses pertanian untuk mampu melahirkan pangan.

Selain itu tantangan yang dihadapi oleh dunia pertanian adalah usia pekerja sector pertanian didominasi petani Tua dan tingkat pendidikan petani masih rendah. Dalam sensus pertanian 2013 Data tersebut menyebutkan, sebanyak 60,8% usia petani di atas 45 tahun dengan 73,97% berpendidikan setingkat SD dan akses terhadap teknologi rendah.
Data itu sejalan dengan hasil survei Struktur Ongkos Usaha Tani (SOUT) tanaman pangan pada 2011. Survei itu menyebut, sebagian besar petani tanaman pangan (96,45%) berusia 30 tahun ke atas. Hanya 3,35% saja yang berusia di bawah 30 tahun.

Hal yang mengejutkan pun datang dari petani Indonesia sendiri, lantaran tak ingin petani menjadi profesi turun temurun. Hasil kajian Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) pada 2016 menuliskan, 50% petani padi dan 73% petani holtikultura menyatakan tak ingin anaknya menjadi petani.

Jawaban senada juga dilontarkan anak-anak petani tersebut. Sebanyak 63% anak petani padi dan 54% anak petani holtikultura tak ingin menjadi petani. Rendahnya minat anak muda terhadap sektor pertanian disebabkan profesi ini masih dipandang tak menjanjikan oleh anak-anak muda.

Era teknologi saat ini Generasi Millennial ditantang untuk mampu mengubah image dan paradigma bahwa pertanian mempunyai peluang yang besar dan sector pertanian mampu menyerap tenaga kerja.
Sehingga dari Generasi Millennial maka akan lahirlah sebuah pemanfaatan teknologi yang akan menghubungkan teknologi dan olah lahan yang didukung oleh SDM dan SDA yang memadai.

Dari latar belakang ketertinggalan minat bertani harus segera lahir dan tumbuh gerakan regenerasi petani, perekrutan petani – petani muda yang mampu bersaing secara global di era digital.

Tulisan ini menjadi landasan untuk mengajak generasi muda untuk Bangga dan Mau menjadi Petani yang Berpendidikan.

Jamaluddin Dg Abu
Founder Rumah Koran

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perbedaan Pertanian Organik dan Konvensional

Pertanian Organik dan konvensional Pada dasarnya kedua sistem pertanian ini menggunakan teknik sama, namun yang membedakan adalah penggunaan bahan untuk membantu proses pertumbuhan dan hasil tanaman. Apabila dengan sistem organik bahan-bahan yang digunakan relatif aman karena berbahan dasar dari alam sedangkan sistem konvensional lebih cenderung menggunakan bahan-bahan kimia untuk mempercepat proses panen tanaman. Hal tersebut adalah perbedaan utama dari sistem pertanian organik dan konvensional. Adapun secara lebih spesifik lagi, perbedaan dua sistem pertanian ini bisa dilihat dari dua aspek yaitu kelanjutan ekosistem dan hasil. Adapun untuk kelanjutan ekosistem, perbedaan antara dua sistem pertanian ini tampak dalam: Prioritas, apabila konvensional lebih mengutamakan kuantitas produksi tanaman sedangkan organik lebih cenderung memperhatikan kestabilan ekosistem dan keseimbangan unsur-unsur dalam tanah, Sifat, dalam sistem organik keharmonisan antara ekosistem dan tanaman alami se...

Ratusan Mahasiswa Polbangtan Gowa Study Pertanian di Desa Kanreapia Tombolo Pao Gowa

  Sekitar 245 Mahasiswa Tk. I dan II program studi D-IV Penyuluhan Pertanian Berkelanjutan Politeknik Pembangunan Pertanian (Polbangtan) Gowa melaksanakan kunjungan praktik lapangan di Desa Kanreapia Kecamatan Tombolopao Malino Kabupaten Gowa (19/06).

Lahan Pertanian Kanreapia Jadi Tempat Belajar Pemuda Bine

  Beberapa tahun terakhir lahan pertanian Kanreapia menjadi kunjungan study pertanian, lahan - lahan pertanian menjadi tempat belajar, tempat diskusi dan jelajah desa Kanreapia