Langsung ke konten utama

Faktor Yang Mempengaruhi Generasi Muda Tak Mau Bertani

[Semakin Minim, Generasi Muda Jadi Petani]

Generasi muda yang terjun menekuni sektor pertanian setiap tahunnya terus berkurang. Malahan tak menutup kemungkinan dalam sepuluh tahun ke depan sektor pertanian terancam ditinggalkan apabila tak ada regulasi pemerintah yang mampu menggairahkan usaha tani.

Oleh karena itu KTNA Jabar mendesak pemerintah agar mengeluarkan regulasi yang berpihak pada nasib petani, dan mampu menggairahkan usaha tani sekaligus mensejahterakan petaninya.

Hal itu dikatakan Ketua Kontak Tani dan Nelayan Andalan Jawa Barat, Rali Sukari, saat dihubungi Kamis (26/3/2015). Dia mengatakan generasi muda, termasuk anak para petani banyak yang enggan menekuni usaha tani. Mereka lebih memilih bekerja sebagai wiraswasta sektor lain, hingga menjadi karyawan pabrik karena diniliai lebih memiliki jaminan.

"Usaha tani tak dilirik karena dinilai kurang menjanjikan oleh generasi muda. Coba saja lihat disawah, sebagian besar sudah pada berusia, jarang anak mudah yang ada di sawah," katanya.

Dikatakannya untuk mendorong agar usaha tani menarik dan generasi muda mau menjadi petani, tentunya kesejahteraan petani harus bagus. Namun, upaya itu membutuhkan regulasi dan keberpihakan pemerintah, tak bisa dilakukan petani.

Sedangkan usaha tani, semakin hari semakin merugi. Masalahnya biaya produksi seperti harga pupuk, pestisida, bibit dan ongkos semakin mahal, sementara hasil panen kenaikannya tak seimbang.

Dia mencontohkan, ketika harga cabe naik, petani tak bisa menikmatinya karena malah masuk cabe impor, sehingga petani lokal merugi. "Kalau tak bergairah juga, 10 tahun ke depan siapa yang akan melanjutkannya," ujarnya.

Kondisi tersebut diakui Bupati Subang, Ojang Sohandi. Dia mengatakan generasi muda yang tertarik terjun menggeluti usaha tani relatif terbatas. Kebanyakan dari mereka enggan menekusi pertanian, termasuk anak para petani terbatas yang mengikuti jejak orang tuanya.

"Kadang para petani juga tidak mendidik dan mengajari anak-anaknya supaya mencintai dan menggeluti usaha tani. Mereka menyekolahkan anaknya, tetapi melarang bertani dan lebih senang bekerja di usaha lain," ujarnya.

Berbeda dengan negara lain seperti di Jerman, petani menyekolahkan anak-anaknya memperdalam ilmu pertanian, setelah lulus mereka kembali bertani dengan kemampuan dan kualitas melebihi orang tuanya.

Oleh karena itu, lanjut Ojang, pihaknya berharap keberadaan KTNA di Subang bisa berperan aktif meningkatkan taraf hidup petani. Selain itu harus pula ditumbuhkan kebanggaan menggeluti usaha tani.

"Jadi petani harus bangga, apalagi kalau dilihat dari halalnya penghasilan, hampir dipastikan murni halalnya karena dari awal proses sampai panen usaha sendiri, jadi jangan minder. Justru sebaliknya harus bangga jadi petani," katanya.(Yusuf Adji/A-89)

sumber: pikiran-rakyat(dot)com
Petani Berdasi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perbedaan Pertanian Organik dan Konvensional

Pertanian Organik dan konvensional Pada dasarnya kedua sistem pertanian ini menggunakan teknik sama, namun yang membedakan adalah penggunaan bahan untuk membantu proses pertumbuhan dan hasil tanaman. Apabila dengan sistem organik bahan-bahan yang digunakan relatif aman karena berbahan dasar dari alam sedangkan sistem konvensional lebih cenderung menggunakan bahan-bahan kimia untuk mempercepat proses panen tanaman. Hal tersebut adalah perbedaan utama dari sistem pertanian organik dan konvensional. Adapun secara lebih spesifik lagi, perbedaan dua sistem pertanian ini bisa dilihat dari dua aspek yaitu kelanjutan ekosistem dan hasil. Adapun untuk kelanjutan ekosistem, perbedaan antara dua sistem pertanian ini tampak dalam: Prioritas, apabila konvensional lebih mengutamakan kuantitas produksi tanaman sedangkan organik lebih cenderung memperhatikan kestabilan ekosistem dan keseimbangan unsur-unsur dalam tanah, Sifat, dalam sistem organik keharmonisan antara ekosistem dan tanaman alami se...

Lahan Pertanian Kanreapia Jadi Tempat Belajar Pemuda Bine

  Beberapa tahun terakhir lahan pertanian Kanreapia menjadi kunjungan study pertanian, lahan - lahan pertanian menjadi tempat belajar, tempat diskusi dan jelajah desa Kanreapia

Ratusan Mahasiswa Polbangtan Gowa Study Pertanian di Desa Kanreapia Tombolo Pao Gowa

  Sekitar 245 Mahasiswa Tk. I dan II program studi D-IV Penyuluhan Pertanian Berkelanjutan Politeknik Pembangunan Pertanian (Polbangtan) Gowa melaksanakan kunjungan praktik lapangan di Desa Kanreapia Kecamatan Tombolopao Malino Kabupaten Gowa (19/06).